Dirangkum oleh: Soraya Faiza Azzahra
Januari, bulan penuh harapan untuk merayakan pergantian tahun. Awal tahun memang selalu terasa nano-nano buat sebagian besar orang. Segenap individu menjadikan bulan ini sebagai awalan untuk sesuatu yang baru, lainnya bahkan sukses memulai resolusi, sisanya mungkin masih berjuang melawan fikiran sendiri. Terlepas dari itu, ada kabar manis di awal tahun ini. Digelarnya pameran tugas akhir karya mahasiswa-mahasiswi prodi film dan televisi 2021 / 2022 menjadi bukti keberhasilan bagi mereka yang terus berjuang.
Kepada para sineas dan segenap kru yang bekerja, terima kasih karena sudah berkarya dan tetap berproses walau dalam situasi yang sulit. Semoga kakak-kakak sekalian sukses dalam fase baru kehidupan dan tetap mampu menghasilkan karya yang membanggakan diri sendiri, almamater, dan Negara Indonesia. Berikut ini adalah review tugas akhir prodi film dan televisi 2021 / 2022, dari kami divisi konten Kamisinema.
Foodfluencer
Karya : Mayangsari Putri
Diulas oleh: Audya Azzahra
Foodfluencer merupakan karya documenter yang menjelaskan tentang hidangan nusantara yang terdapat di Yogyakarta. Dalam karya ini, dijelaskan bahwa foodgram menjadi alasan utama kemajuan wisata kuliner. Foodgram adalah membuat review kuliner seperti foto atau video yang nantinya di edit lalu di unggah ke sosial media. Dengan menggunakan foodgram, banyak bisnis kuliner yang sangat terbantu karena promosi di sosial media dapat menjangkau siapapun dan dimanapun. Karya ini cukup membantu penonton dalam memahami proses kerja foodgram serta visual yang disuguhkan pun sangat menarik pemirsa untuk membeli hidangan yang berada di Yogyakarta tersebut.
Dari Kejahuan Yang Dekat
Karya : Ariesta Maulina Safitri
Diulas oleh: Intan Bintang
Menceritakan seorang laki-laki yang lama tenggelam dalam penyesalan di masa lalunya, film ini menjadi refleksi banyak orang yang sering kali menargetkan diri sendiri sebagai sebab segala masalah yang terjadi semasa hidupnya. Diisi dengan original soundtrack yang apik serta penyutradaraan yang baik, film ini berhasil memvisualisasikan kegundahan hati sang tokoh utama dengan mengandalkan gesture, raut wajah, serta tindak tanduk yang menunjukan rasa depresif dan emosional. Adegan demi adegan yang dimaksudkan untuk memicu rasa trauma serta kilas balik sang tokoh utama juga dihadirkan dengan natural dan juga berkesinambungan. Film ini juga memuat rasa penerimaan terhadap diri sendiri dan bagaimana seseorang dapat berdamai dengan masa lalunya.

Lagula
Karya : Ridho Andy Fadillah dan Agathia Yagra Permana
Diulas oleh: Fellina Surgawi
Lagula film karya Agathia Yagra Permana menceritakan kehidupan persahabatan yang memiliki pasion yang sama di dunia musik, mereka menaungi band beraliran rock atau pop punk yang masih menjadi band reguler dengan membawakan lagu musisi lain dari panggung-ke panggung. Suatu saat mereka mendapatkan email dari sebuah label musik untuk mengajak kerjasama Lagula dengan catatan harus mengirim lagu orisinal mereka. Kavi yang merupakan frontman atau juga seorang vokalis serta gitaris sangat setuju dan ingin bisa menerima tawaran kerjasama dari label agar cita-citanya punya panggung besar, album, serta banyak penggemar. Hal tersebut didukung kakaknya Moli yang merupakan manajer dari band ini serta Usha yang merupakan bassist dalam band yang diam-diam menyukai Kavi dan memiliki lagunya sendiri. Drummer mereka yaitu Evan awalnya merasa ragu dia tahu jika Dipta yang merupakan keyboardist mereka tidak akan setuju dengan adanya label karena skeptis akan banyak diatur dan diacak-acak. Tapi seiring berjalannya waktu dengan berbagai konflik yang di lewati mereka berhasil bersama-sama untuk tetap berkaya dan optimis pada masa depan.
Tugas Akhir
Karya : Fauzan Kurnia Muttaqin
Diulas oleh: Nadira Andalibtha
Penggambaran tentang fase akhir dalam kehidupan, “kematian” yang dikemas secara apik dalam film berjudul “Tugas Akhir”. Mengangkat hal yang yang dianggap tabu dalam kehidupan namun berhasil membuatnya menjadi sangat emosional, sesuai dengan sinopsisnya film ini menceritakan seorang penyintas gempa bumi disertai likuifaksi yang menunggu kematiannya agar ia segera bertemu dengan anak dan istrinya. Film ini terasa sangat intim karena dapat menyampaikan cerita secara langsung kepada penonton tanpa mengenterupsi jalannya cerita. Pendalaman karakter pada tokoh yang sangat amat berhasil membuat pengadeganannya menjadi sangat natural. Menurut saya, film “Tugas Akhir” adalah salah satu film yang berhasil menarik simpatik dan konektifitas penonton dengan tokoh dari awal penayangan hingga akhir.
121 KM
Karya : Maria Fransisca Intan Kilapong
Diulas oleh: Gabriella Jeanette Krisveno
Membaca sinopsis yang juga berisikan statement sutradara, tertulis bahwa sutradara memiliki tujuan untuk menunjukkan perasaan ‘schandenfreude’ pada karya film pendek ini. Statement tersebut memberikan sebuah rasa penasaran serta ekspektasi untuk dapat memahami makna kata schandenfreude itu sendiri ketika menonton. Usai menonton film 121 KM ini, ternyata ekspektasi dan pertanyaan yang muncul sebelumnya dapat terjawab dengan sempurna. Perasaan schandenfreude, yang artinya perasaan senang ketika melihat orang lain terkena musibah atau masalah, dapat tersampaikan dengan sangat baik. Akting realis yang menjadi strategi utama sutradara dalam menyampaikan pesan yang dibawa, dapat tereksekusi dengan sempurna melalui Hendro, sang karakter utama. Selain pengadeganan yang menjadi strategi utama sutradara, teknis dari film juga berhasil membawa penonton masuk ke dalam film ini, yang dalam artian, teknis film ini juga dapat menunjang film untuk menyampaikan pesannya itu sendiri. Konsep yang cukup unik dan eksekusi yang membuat film sesuai dengan ekspektasi penonton, membuat film ini dapat saya katakan sangat indah dan berhasil.
Behind The Stigma Episode “Screaming in Silent”
Karya : Ketut Yusticia Devani
Diulas oleh: Shelta Omine
Behind the Stigma adalah sebuah program dokumenter televisi berdurasi 30 menit yang mengedukasi dan memberi informasi mengenai gangguan kejiwaan dan stigma yang masyarakat berikan terhadap pengidapnya. Pada Episode Screaming in Silent ini, tema utama yang diambil merupakan depresi. Karya dokumenter ini memaparkan tentang realita dan struggle Kadek (pria dengan diagnosa Major Depressive Disorder), serta motivasi yang Ia pegang untuk tetap melanjutkan hidup. Karya dokumenter ini sangat tepat dalam menjadi wadah awareness untuk masyakat luas bahwa orang dengan penyakit mental harus lah dirangkul, bukan dijauhkan. Sebuah kutipan dari karya ini, “Sebenarnya lo ingin mati, atau nggak pengen ngerasain apa yang lo rasain lagi?” Kedua hal tersebut berbeda. Selalu ada alasan bagi kita untuk terus melanjutkan hidup.
Wildlife Rescue
Karya : Eka Prasasti Aprilianti
Diulas oleh: Putu Bayuwestra
Wildlife Rescue adalah karya program televisi dokumenter yang menuturkan sebuah lembaga konservasi satwa di Yogyakarta yang bernama Wildlife Rescue Centre Jogja. Seperti yang dijabarkan di sinopsisnya, program ini mengulas dan menyajikan fakta mengenai peran penting Lembaga Konservasi dalam merehabilitasi satwa; bagaimana kemudian kesulitan yang dialami di masa pandemi; serta proses rehabilitasi, translokasi dan pelepasliaran satwa ke habitat aslinya. Tiap segmen mengandung informasi dan pesan yang disajikan secara bertahap dan berurutan. Visual yang ditampilkan mampu menyampaikan realita dan rasa dari Satwa dan seluruh pekerja WRC Jogja yang bekerja keras. Secara personal, karya ini sangat patut didistribusikan ke banyak tempat, untuk menyediakan ruang atensi kepada para pekerja WRC Jogja, serta seluruh pihak yang concern dalam rehabilitasi, konservasi, serta translokasi Satwa. Dan yang terpenting adalah tiap individu Satwa itu sendiri yang patut bersama-sama dilindungi.
BHINNEKA INDONESIA – Episode Batik Plumpungan identitas Kota Salatiga
Karya : Shonia Jalaba Fahruria Suyanto
Diulas oleh: Soraya Faiza Azzahra
Mengulik kekayaan budaya lewat program Bhinneka Indonesia. Program berformat feature ini menyajikan informasi mengenai kebudayaan di Indonesia yang jarang terjamah mata. Seperti yang tertulis dalam sinopsis, apa yang diharapkan pembuat program ialah masyarakat dapat mengetahui informasi mengenai keberagaman budaya di Indonesia dan menjadi bangga akan hal tersebut. Pada episode ‘Batik Plumpungan Identitas Kota Salatiga’, Penonton dibawa untuk mengenal spesifikasi batik plumpungan secara detail di tiap segmennya. Penyutradaraan program dilakukan dengan gaya ekspositori dimana informasi disampaikan langsung oleh para narasumber dan disajikan dengan ringan. Secara personal, saya mengapresiasi bagaimana pembuat program mengemas tayangan edukasi ini menjadi menarik yang kemudian mampu menghidupkan semangat menghargai nilai budaya.