Oleh Suci Prasasti, Divisi Konten Kamisinema
Sejak film pertama Indonesia diproduksi pada tahun 1950, perfiliman tanah air terus tumbuh hingga hari ini meskipun disisipi dengan masa suram selama beberapa kali. Tepat pada tanggal 30 Maret 2021 film Indonesia berusia 71 tahun. Merayakan 71 tahun kali ini insan perfiliman Indonesia tengah dihadapkan pada sebuah keadaan yang tidak terduga karena adanya pandemic COVID-19 yang membuat keadaan serba terbatas. Namun hal ini tidak meredupkan semangat dan kreativitas sineas-sineas Indonesia untuk terus berupaya mempertahankan pencapaian industry perfiliman Indonesia selama ini.

Usmar Ismail – Sumber : muspen.kominfo.go.id
Tanggal 30 Maret 1950 yang merupakan hari pertama pengambilan gambar film Darah dan Doa karya Usmar Ismail secara resmi ditetapkan sebagai hari film nasional pada tahun 1962 oleh Dewan Film Nasional di era Pemerintahan Orde Baru. Meskipun film Loetoeng Kasaroeng menjadi film pertama yang diproduksi di Indonesia, beberapa kru bahkan sutradaranya tidak berasal dari Indonesia sehingga Darah & Doa dengan sutradara, bahkan PH yang berasal dari Indonesia dianggap sebagai film nasional pertama. Setelah itu Indonesia mulai produktif melahirkan karya-karya berupa audio visual hingga tercatat 300 film lebih berhasil diproduksi pada era 1950-an ini. Tahun 1955 film Harimau Tjampa karya Djadug Djajakusuma memenangkan Festival Film Asia di Singapura dan menjadikan film ini sebagai film nasional pertama yang memenangkan penghargaan internasional.

Studio Perfini – Sumber : Sinematek Indonesia via perpusnas.go.id
Memasuki Era 60-an di mana terjadi pergolakan politik karena adanaya reformasi pemerintahan menuju Orde Baru memberikan dampak ke segala aspek, tidak hanya ekonomi tetapi juga seni, dalam hal ini perfiliman Indonesia juga ikut terdampak. Hal tersebut menyebabkan terjadinya krisis yang membuat produktifitas para sineas menurun drastis hingga menyisakan 200 film lebih yang diproduksi dalam kurun waktu 1960-1969.

Harimau Tjampa (1953) – Sumber : file.indonesianfilmcenter.com
Pada era selanjutnya film Indonesia kembali bangkit, tetapi hanya berselang beberapa waktu. Memasuki tahun 90-an lagi-lagi film Indonesia mengalami masa suram yang ditandai dengan menurunnya kualitas film maupun jumlah produksi, serta adanya media hiburan baru, yaitu televisi yang memungkinkan orang-orang dapat mengakses tontonan dengan mudah di rumah masing-masing tanpa perlu ke bisokop.
Ada Apa Dengan Cinta? Karya Riri Riza menandai kebangkitan film Indonesia hingga hari ini. Tayang pada tahun 2002 AADC berhasil menarik perhatian 2 juta manusia. Terhitung sejak 2018 film Indonesia telah mencapai 51,2 juta penonton. Hal ini menjadi sebuah harapan yang sangat potensial juga pertanda baik akan nasib film Indonesia kedepannya. Selain itu film Indonesia juga mulai menjejaki banyak festival-festival film internasional. Namun sejak adanya pandemic COVID-19 pemerintah merilis surat edaran yang mengharuskan bioskop tutup untuk sementara waktu. Hal ini menyebabkan industri film kehilangan pasarnya, selain menunda penayangan beberapa produksi bahkan ikut tertunda. Meskipun adanya media berupa OTT yang menjadi solusi dari penutupan bisokop, hal ini juga diiringi dengan pembajakan film yang kian hari semakin meningkat karena mudahnya akses mendapatkan film bajakan dibanding berlangganan OTT secara legal. Pada akhirnya industry film tetap mengalami kerugian dan hal ini sudah berjalan hampir setahun.

Sumber : Miles Films
Akan tetapi menurut Garin Nugroho dalam buku Krisis dan Paradox Film Indonesia, film sebagai media hiburan di masa krisis selalu mengandung paradox. Di satu sisi terdapat krisis produksi dan daya beli. Namun, di sisi lain era krisis justru melahirkan terobosan karena kebutuhan akan hiburan bagi rakyat untuk melupakan kegiatan sehari-hari. Pendapat Garin tersebut sedang terjadi pada industry perfiliman kita. Beberapa hari lalu Studio Antelope mengumumkan rencana penayangan film vertical mereka yang ditulis sekaligus disutradari oleh Jason Iskandar melalui media Tik Tok sebagai sebuah media berbasis konten audio visual yang sedang menarik perhatian hampir seluruh kalangan masyarakat semenjak terjadi pandemic COVID-19.

Official Poster X&Y – Sumber : instagram.com/studioantelope
Meskipun demikian, kita harus tetap berupaya untuk keluar dari krisis ini. Bioskop memang sudah diperbolehkan beroperasi dengan kapasitas 50% namun banyak masyarakat yang masih takut pergi ke bioskop. Maka atas kesulitan dan keterpurukan yang dialami industry film Indonesia beberapa waktu belakangan ini para sineas tanah air beserta actor-aktris menyampaikan surat terbuka yang dibagikan melalui sosial media kepada Bapak Joko widodo. Dalam surat tersebut para insan film Indonesia meminta bantuan dan dukungan kepada pemerintah berupa berbagai paket stimulus, subsidi, serta perlindungan hukum dan kesehatan untuk seluruh sineas Indonesia agar mereka dapat terus berkarya dan bertahan untuk industry perfiliman kita yang telah berkembang pesat belakangan ini, bahkan pasar film kita telah tumbuh dan berada dalam daftar sepuluh pasar film terbesar di dunia. Semoga dengan adanya surat terbuka ini kita bisa mendapatkan solusi atas kesulitan yang sedang terjadi dan merayakan hari film nasional dengan sukacita. Selamat merayakan hari film nasional yang ke-71, tetap bertahan, tetap tumbuh, dan terus berkarya.
Tulisan telah diunggah di Instagram pada 30 Maret 2021