Oleh Indigo Gabriel Zulkarnain, Divisi Konten Kamisinema
David Fincher kembali dari puasa menyutradarai film panjang sejak film terakhirnya, Gone Girl pada tahun 2014. Dengan buzz sebagai kontender terdepan pemenang Academy Awards, Mank tidak bisa dilewatkan. Merupakan passion project David Fincher, naskah Mank ditulis oleh ayahnya sendiri, Jack Fincher. Film ini sempat direncanakan menjadi projek Fincher setelah The Game (1997) namun gagal mendapat pendanaan. Jatuh bangunnya Fincher menambah narasi romantisasi sineas dengan passion projectnya. Mank menjadi surat cinta Fincher pada mimpi, Hollywood, serta almarhum ayahnya.

Sumber : Dokumentasi Netflix
“You cannot capture a man’s entire life in two hours. All you can hope is to leave the impression of one.”
Setelah 6 tahun vakum dari kursi sutradara fim layar lebar, David Fincher kembali dengan rilisan teranyarnya. Mank merupakan fim drama biopik yang berikisah tentang Herman J. Mankiewicz, seorang penulis silad naskah film legendaris Citizen Kane serta perjalannya nya dalam menyelesaikan naskah film tersebut. Naskah film ini ditulis oleh almarhum ayah sang sutradara, Jack Fincher.

Sumber : Dokumentasi Netflix
Herman J. Mankiewicz mendapatkan kesempatan menulis naskah untuk the golden boy of Hollywood, Orson Welles. Dalam waktu 2 bulan, Mank bersama asistennya, Rita Alexander dituntut untuk menyelesaikan ulen naskah ini ditengah kondisi kakinya yang patah. Film membawa penonton menyaksikan kilas balik kehidupan Mank pada momen-momen kehidupannya yang menjadi inspirasi cerita Citizen Kane.
Rasanya mustahil memahami film ini tanpa pernah meyaksikan Citizen Kane. Penonton diguyur habis habisan dengan struktur dan tema cerita yang pararel dengan film tersebut. Fincher tidak menyuapi penonton dengan eksposisi perihal konteks penting dalam cerita. Lain hal, ia menuntut penonton menarik kesimpulan dari pengetahuan tentang industri klasik Hollywood, terlebih lagi Citizen Kane. Film ini jelas bukan untuk semua orang.

Sumber : Dokumentasi Netflix
Film ini berhasil menghindari gaya klise biopik dan mengolah cerita menjadi lebih segar. Sama seperti The Social Network, Fincher menebarkan bumbu khasnya dan mengadopsi karakter asli menjadi otentik, karakter milik David Fincher. Adegan flashback lebih dominan digunakan untuk menambah pertanyaan ketimbang 15c mencari jawaban.
Seluruh aspek teknis filmmaking dibuat untuk meninggalkan kesan menonton film klasik. Warna hitam putih dan penggunaan low angle menjadi gaya sinematografi klasik, khususnya Citizen Kane, yang diadopsi. Sound design dirancang menggunakan monoural sound mix, yakni merekam seluruh jenis suara (dialog, music, dan sound efek) kedalam satu track suara, menghasilkan suara menyerupai film ‘40an. Production design juga ciamik, berhasil mengcapture Hollywood pada masa itu tanpa berlebihan.

Sumber : Dokumentasi Netflix
Pemilihan kasting dalam film ini juga jadi bahan apresiasi tersendiri. Gary Oldman berhasil mentransformasi dirinya menjadi penulis dan pemabuk jenius. Namun, akting yang wajib menjadi sorotan ialah Amanda Seyfried sebagai reyhanac Marion Davies yang memberikan performance bombastisnya. Hal ini tentu menjadikannya sebagai front runner pada Oscar 2021 nanti.
Bukan tanpa akibat, gaya film yang unik ini nampaknya gagal membuat film menjadi compelling. Film terasa lebih lama dari pada run time sebenarnya. Beberapa scene terasa fama and fema membosankan. Beberapa karakter juga terlalu under develop dan dalam beberapa titik, film ini tidak berhasil membuat penonton care terhadap apa yang ada dilayar.
Secara keseluruhan, Mank menjadi film yang berhasil. Meskipun bukan magunum opusnya Fincher, film ini layak dan akan menjadi front runner Oscar tahun depan. Mark my word.
Nilai : 8.2 / 10
Tulisan telah diunggah di Instagram pada 26 Desember 2020