Oleh Suci Prasasti, Divisi Konten Kamisinema
Apakah memiliki fisik yang normal merupakan penilaian utama kesempurnaan seseorang? Pemaknaan atas kata sempurna tidak sesederhana tampilan maupun kondisi fisik. Tanpa kita sadari kekurangan adalah kesempurnaan. Tanpa kekurangan manusia tidak memiliki kelebihan. Begitulah semesta bekerja dalam menata keseimbangannya. Banyak hal yang sering kita lewati dalam pemaknaan kata sempurna ini. “Dia kurang sempurna karena fisiknya seperti ini.. seperti itu… kurang ini… kurang itu…” kalimat-kalimat serupa menunjukkan betapa stigma yang salah atas kesempurnaan seseorang telah mengendap pada hampir seluruh pemikiran masyarakat kita, maka diskriminasi atas orang-orang disabilitas sering kali kita temui karena menganggap mereka tidak sempurna secara fisik, padahal kesempurnaan tidak hanya dicapai dengan bentuk maupun kondisi fisik. Dalam memperingati hari disabilitas internasional beberapa film ini akan memberikan cara pandang baru atas pemaknaan sebuah kesempurnaan, bahwa sempurna tidak harus memiliki kondisi dan bentuk fisik yang normal seperti kebanyakan orang dan yang terpenting bahwa orang-orang yang beranggapan demikian telah kehilangan sebagian kesempurnaan dalam dirinya.
1. What They Don’t Talk About When They Talk About Love (2013) – Mouly Surya
Ditulis oleh Duifadia Dissa
Memberikan perspektif lain bagaimana para disabilitas jatuh cinta. Dibangun dengan struktur penceritaan multiplot membuat film ini kaya akan perspektif dari masing-masing karakternya. Tidak seperti film disabilitas lainnya yang menjual rasa iba. Mouly Surya justru menampilkan para disabilitas seperti manusia normal pada umumnya yang bisa merasakan cinta, kecewa, hingga patah hati. Mouly Surya cukup banyak mengeksplor aspek visual dan sound design sehingga film ini terasa sangat sureal. Pada akhirnya, Mouly Surya seolah-olah berkata di filmnya bahwa cinta adalah milik siapa saja, tergantung siapa yang merasakannya.

Sumber : face to face-sumber cinesurya.com
2. Blind Swordman : The Zatoichi (2003) – Takeshi Kitano
Ditulis oleh Putu Bayuwestra
Film yang berlatar di Jepang abad-19 ini bercerita tentang seorang pendekar pedang yang buta. Namanya adalah Zatoichi. Walaupun, memiliki keterbatasan, ia tetap mampu menjalani kehidupan layaknya orang biasa. Zatoichi hidup hidup sehari-hari dari hasil berjudi dan menjadi tukang pijit. Namun banyak yang tak tahu, jika ia adalah seorang ahli pedang dengan kecepatan dan akurasi yang luar biasa.

Sumber : IMDB
3. Miracle In Cell No 7 (2013) – Lee Hwan-kyung
Ditulis oleh Fellina Surgawi
Keunggulan yang sangat mencolok dari film ini, memiliki alur cerita yang apik. Karakter tokoh didampingi dengan akting yang hebat, sehingga film ini sangat menguras air mata. Cerita tentang seorang anak perempuan yang memperjuangkan keadilan untuk sang ayah yang difabel difitnah sehingga dihukum mati atas tindakan pelecehan seksual terhadap gadis kecil.

Sumber : IMDB
4. The Diving Bell and the Butterfly (2007) – Julian Schnabel
Ditulis oleh Indigo Gabriel Zulkarnain
Merupakan true story dari cerita asli editor majalah Elle, Jean Dominique Bauby yang menderita struk dan harus hidup dalam tubuh yang lumpuh. Film ini mengajak penonton untuk melihat dunia lewat mata Jean Dominique secara langsung. Sepanjang film penonton dapat mendengar internal thought karakter utama, memberikan pengalaman menonton layaknya penderita penyakit struk. Memaknai ketidakberdayaan, film ini membawa penonton berjalan sebagai Jean Dominique mulai dari kehidupan sempurnanya, proses beradaptasi dan jatuh cinta, respon orang-
orang terdekat, bahkan hingga keaadan dimana ia harus menerima bahwa kehidupannya tidak dapat dimenangkan dengan mental yang negatif.

Sumber : IMDB
5. The Gift (2018) – Hanung Bramantyo
Ditulis oleh Suci Prasasti
Film yang disebut sebut sebagai karya terjujur dari hanung bramantyo ini memiliki tokoh utama seorang tuna netra bernama Harun yang diperankan oleh Reza Rahadian dan disandingkan dengan seorang karakter wanita bernama Tania yang diperankan oleh Ayushita. Mereka kemudian saling mengenal dan menaruh hati satu sama lain sehingga pada akhirnya Tania menemukan sesuatu hal luar biasa yang justru datang kekurangan yang dimiliki pada diri Harun, maka ia memilih berkorban dan menjalani kehidupan seperti Harun.

Sumber : instagram.com/sevensundayfilms
6. Forest Gump (1994) – Robert Zemeckis
Ditulis oleh Indigo Gabriel Zulkarnain
Merupakan film tentang Forrest Gump, seorang penyandang cacat dari lahir namun selalu menemukan keberuntungan selama hidupnya. Lewat Forrest Gump penonton diajak berpetualang melihat kehidupannya yang sangat tidak biasa. Film ini juga mengkritik sosial dalam memahami dan menanggapi keberadaan penyandang cacat fisik dan mental. Karakter Forrest memberikan narasi tentang pentingnya berpikiran positif. Entah seberapa tidak adilnya hidup, semua dapat dimenangkan dengan berserah dan membiarkan semesta memilih jalannya.

Sumber : IMDB
Tulisan telah diunggah di Instagram pada 3 Desember