oleh Lisa Nurholiza, Divisi Konten Kamisinema
We
Baru-baru ini, sutradara Aco Tenri kembali merilis sebuah film pendek musik di kanal Youtube yang berkolaborasi dengan penyanyi kenamaan Indonesia, Sal Priadi, berjudul “Serta Mulia”. Ini agaknya menjadi ciri khas Aco dalam eksekusinya membuat film pendek, pasalnya, di film pendek sebelumnya yang juga rilis di kanal Youtube, Ia juga mengemas film pendeknya dengan musik karya Juang Manyala feat. Cholil Mahmud dan Gardika Gigih berjudul “We”.

Keluarga Adin – Sumber foto : Riuh Records (2020) via twitter.com/acotenri
Film We memiliki naratif sederhana yang menceritakan kerinduan orang tua kepada anaknya yang merantau, dilihat dari sudut pandang ayahnya. Terdengar sebuah kisah klasik yang umum didengar, namun dengan sudut pandang lain dan eksekusi yang manis membuat naratif sederhana ini begitu membekas bagi setiap penonton. Penggambaran sudut pandang seorang ayah kepada anaknya, apalagi anak perempuan, melahirkan banyak argumen penonton terkait keabsahan situasi rindu, canggung, gengsi, dll. yang digambarkan Aco dalam film We.
Pengambilan gambar yang dinamis dan long take sepertinya menjadi andalan Aco dalam film ini, yang juga ditemukan dalam film pendeknya yang lain. Hal itu lebih memberikan kesan kejadian natural yang terjadi, seolah tidak ada naskah yang menjadi acuan tiap adegan, aspek ini pula yang membuat kedekatan penonton dengan naratif yang disajikan begitu terasa dekat. Penggunaan lagu sepanjang babak kedua cerita menjadikan kejadian-kejadian yang digambarkan menjadi singkat, padahal Aco menyajikan dan menyelipkan banyak informasi di dalamnya. Alunan musik Gardika Gigih seolah memperlambat jalannya waktu cerita di babak kedua yang singkat dan padat.

Adin – Sumber Foto : Riuh Records (2020) via twitter.com/acotenri
Ada shot menarik yang dirasa menjadi production value dalam film ini, yakni shot saat mobil Bapak yang sedang perjalanan menuju bandara, lewat di jalanan dan disusul dengan pesawat yang melintas di udara, sebuah shot pendek yang menjelaskan keberlanjutan cerita Adin dan Bapak. Dendang yang dilantunkan Juang Manyala dan Cholil Mahmud dalam film mewakili pesan dan perasaan Bapak kepada Adin, bahwa Bapak yang harus melalui fase kerinduan kepada anak semata wayangnya untuk melihatnya bertumbuh.
Sepanjang film tidak banyak ditampilkan dialog Bapak, bahkan di akhir cerita ketika kesedihan Bapak terluapkan oleh derai air mata pun masih dipertahankan tanpa dialog. Namun, perasaan yang dialami Bapak sangat tersampaikan, tentunya dari dendang yang mengiringi adegan, dendang pembawa berita kerinduan.

Bapak – Sumber Foto : Riuh Records (2020) via twitter.com/acotenri
Rindu Tenggelam
Senada dengan We, film pendek berjudul “Rindu Tenggelam” karya M. Agung Budiman juga membawakan pesan kerinduan lewat sebuah dendang lagu. Berkisah tentang sebuah keluarga yang ‘masih menunggu’ kepulangan sang ayah dari lautan lepas yang tak kunjung datang, harapan itu memuncak pada kerinduan yang tak pernah terjawab, merefleksikan kerinduan mereka pada dendang lokal yang melantunkan ujaran-ujaran harapan dan kerinduan.

Poster – Sumber Foto : Kamar Senyap (2019) via Instagram.com/magungbudiman
Film yang minim dialog ini memberikan banyak teka-teki pada penonton soal apa yang sedang mereka perlihatkan, interpretasi banyak muncul di awal film, hingga merujuk pada beberapa shot kunci dan properti kunci. Tanda-tanda visual dan komoposisi gambar yang disajikan Agung mempersilakan penonton untuk dapat menjawab sendiri soal keresahan protagonis. Juga melahirkan argumen penonton soal interpretasi pengadeganan dan emosi yang dibawakan aktor perihal situasi dalam film.
Bagian penutup film menyajikan long take adegan keluarga tersebut, seorang Ibu dan kedua anaknya yang berdendang soal kerinduan mereka pada sang ayah, sayup-sayup pesisir pantai–tempat tinggal mereka–semakin menambah kesan lirih perasaan rindu keluarga itu yang sudah tak tertampung, rasanya seperti sedang diluapkannya perasaan mereka bersama dengan deburan ombak di laut.

anak kedua – Sumber Foto : Kamar Senyap (2019) via Instagram.com/magungbudiman
Dendang dan Kerinduan
Kerinduan memang bukan sebuah hal konkret dan tidak bisa dituntaskan begitu saja, lebih dari itu, rasa rindu melibatkan hampir seluruh aspek kehidupan termasuk pikiran, perasaan, hingga berpengaruh pada perbuatan. Namun, apa jadinya jika rindu itu terus bertumbuh dan tertampung, tanpa bisa diluapkan pada yang menjadi hakikatnya?
Tentu saja kesedihan, kegelisahan, rasa khawatir. Pelarian menjadi cara terbaik untuk tetap menuntaskan apa yang sudah tertampung, melonggarkan kembali relung hati untuk diisi perasaan-perasaan lain. Dan dendang lagu menjadi salah satu alternatif pelarian rindu terbaik, untuk alasan apapun rindu itu tertampung dan kepada siapapun rindu itu tertuju.

Ibu menenun – Sumber Foto : Kamar Senyap (2019) via Instagram.com/magungbudiman