Oleh Benny Susanto, Divisi Konten Kamisinema

Kerap kita menemukan dalam hidup ini, berbagai macam orang yang dicap “sukses” atas kehidupan mereka. Kerap kali juga kita mendengar kalimat yang sama, seakan hal ini menjadi mantra agar kita bisa sukses seperti mereka. “Teruslah bermimpi, bekerja keras, pantang menyerah”, padahal tidak sedikit diantara mereka bisa sukses karena bekal yang sudah mereka dapat dalam kehidupannya. Lalu bagaimana dengan mereka yang sukses padahal mulai dari nol, tidak memiliki keluarga konglomerat, serta berhasil karena “orang dalam” semata? Disinilah Aravind Adiga, seorang sineas India membawa kisah Balram Halwai dalam film The White Tiger sebagai bukti bahwa orang yang lahir dari kasta terendah sekalipun mampu meraih kesuksesan dalam hidupnya. Namun, apakah Balram sukses karena mantra murahan itu, atau ada cara lain, yang lebih masuk akal, namun mampu mengorbankan segalanya?

Sumber : Purble Pebble Pictures / Lava Media

The White Tiger membawa kita pada cerita sukses Balram Halwai (Adarsh Gourav), seorang pengusaha di India pada tahun 2010 yang berhasil mengangkat derajat hidupnya dari seorang berlabel kasta terendah hingga mampu menjadi seorang pengusaha penyedia jasa supir pada tahun itu. Perjalanan yang dilewati Balram tidak semata-mata “hidup susah-bekerja keras-sukses”, namun sebagai orang yang tidak memiliki privilege layaknya para insan sukses pada umumnya, Balram harus melewati tantangan hidup yang menjadi “kandang” turun temurun dalam keluarganya. Cerdik, akal bulus, dan “menjilat” menjadi senjata utama agar bisa bertahan hidup tanpa bayang-bayang “nikah paksa” dan hidup sengsara. Sifat polos-bodoh Balram dimata keluarga majikannya, Ashok (Rajkummar Rao), menjadi senjata agar Balram dijebak untuk bertanggung jawab terhadap tindakan bodoh istri Ashok, Pinky (Priyanka Chopra Jonas), yang merenggut nyawa seorang anak kecil. Disinilah sebuah tindakan harus diambil oleh Balram, agar berhenti menjadi ayam yang menunggu saat untuk disembelih, dan lahir kembali menjadi macan putih, bahkan jika sebuah nyawa harus dikorbankan.

Sumber : Purble Pebble Pictures / Lava Media

Balram Halwai merupakan contoh nyata dalam realita kehidupan, dimana sukses tidak serta-merta didapatkan dengan bekerja keras, namun harus bekerja cerdas bahkan menghalalkan segala cara. Kesempatan jarang datang pada mereka yang tidak memiliki kehidupan ekonomi dan pendidikan yang cukup. Begitupun Balram yang sejak kecil merupakan anak yang cerdas, namun harus mengurung mimpinya menuju hidup yang lebih baik. Senantiasa menunggu kesempatan datang, hingga saat itu tiba, semuanya dikorbankan demi meraihnya. Inilah yang membedakan kisah sukses seorang Balram dan Ashok yang memiliki kehidupan melebihi kata cukup namun menyia-nyiakan kesempatan demi bersenang-senang dan menikmati hidup yang mewah. 

Sumber : Purble Pebble Pictures / Lava Media

Uang menjadi komoditas dan racun bagi orang kaya, namun bagi orang miskin seperti Balram, uang menjadi pendobrak untuk masuk dalam zona hidup yang tidak pernah seorang anak desa terpencil bayangkan. Hidup sebagai seorang pelayan, membuat Balram hidup dalam dua wajah, wajah asli dan wajah pelayan. Balram lihai dan cerdas dalam menunjukkan wajah pelayannya kepada Ashok dan keluarga, mulai dari tutur kata sopan hingga merubah gaya hidupnya agar majikannya puas dengan kehadiran Balram. Wajah ini yang membuat Balram mampu bertahan dan “naik tingkat” dari seorang supir cadangan sampai menjadi teman dekat Ashok. Wajah palsu tidak akan bertahan lama, sampai waktu dimana wajah asli Balram mulai nampak. Membunuh Ashok menjadi tindakan halal setelah melalui kehidupan tidak adil dan kerap diremehkan. Suara-suara di kepala Balram membawa ia pada rencana pembunuhan dan rencana untuk membawa kabur uang suap milik Ashok. “Daripada untuk menyuap politikus, lebih baik digunakan untuk bisnis”, pikiran inilah yang membawa Balram pada kesuksesan dalam hidupnya. 

Sumber : Purble Pebble Pictures / Lava Media

Tulisan ini bukan berarti mengajak kita memilih jalan yang ditempuh seorang Balram, namun semata ingin menyadarkan kita bahwa untuk bangkit dari keterpurukan hidup, kadang kita diperhadapkan dengan keputusan sulit. Mudah untuk mengatakan “hidup sukses harus terus bekerja keras”, namun tidak semua orang bisa melakukannya. Hidup dengan terus menghidupi kesempatan yang datang dan tidak menyia-nyiakannya, itulah kiat hidup seorang Balram Halwai. Karena pada akhirnya, saat kita mampu mengenali keindahan dalam dunia ini, disitulah kita berhenti menjadi budak. Budak dalam kehidupan sosial, maupun budak dalam pola pikir kita.